Rabu, 20 April 2011

Bobotoh, Hidayah Terindah Suporter Sepakbola

Terkadang sempat terpikir betapa meruginya diri penulis andai tidak dibesarkan di Bandung dan mengenal apa itu Persib. Ya, beruntunglah kawan-kawan kita semua yang telah mendapat “hidayah” menjadi seorang bobotoh Persib. Tak dapat dipungkiri, itulah salah satu karunia terindah yang pernah diberikan oleh-Nya bagi mereka yang merasakannya.

Mengapa menjadi bobotoh begitu istimewa dan luar biasa? Bukankah sama saja dengan mereka yang mengaku dirinya Jakmania, Aremania, Persikmania, Viola dll. Dengan lantang dan tegas, mereka yang merasa dirinya bobotoh akan menjawab," beda!." Jika kita kaitkan dengan kata "hidayah" di atas, tidak ada rekayasa dan muncul tanpa paksaan, maka dalam konteks ranah fanatisme murni suporter sepakbola tentang kecintaan terhadap klub, akan sangat mudah kita arahkan kepada Persib dan bobotohnya.

Jauh sebelum lahirnya kelompok suporter bernama Viking (yang konon total anggotanya mencapai 50.000 orang), Persib telah dikenal memiliki begitu banyak pendukung fanatik yang tersebar terutama di Jawa Barat. Pada pertandingan final Kompetisi Perserikatan 1985 Persib melawan PSMS, Stadion Senayan yang berkapasitas 120.000 tempat duduk tak mampu membendung suporter Persib yang datang ke sana mencapai sekitar 140.000 orang. Penonton meluber hingga pinggir lapangan.

Dalam artian jika Viking yang merupakan bagian kecil dari bobotoh saja berjumlah demikian banyak, bayangkan jumlah total bobotoh terhitung sejak Viking belum dideklarasikan pada tahun 1993. Ini berbeda dengan kelompok suporter lain yang hadir karena memang direkayasa dengan cara deklarasi, sengaja mengumpulkan massa atau bagaimanapun caranya. Biasanya suporter jenis ini pada awalnya memang berbentuk organisasi, barulah banyak anggota yang bergabung. Jika organisasi kelompok suporter ini bubar, maka dapat dipastikan tak ada lagi pendukung yang identik dengan klub bersangkutan berdomisili. Namun, tentunya ada beberapa perkecualian setidaknya untuk kota-kota yang sejak awal memang memiliki tradisi sepakbola yang mengakar dan dikenal memiliki pendukung fanatik dengan jumlah banyak, terutam sejak era Kompetisi Perserikatan seperti Medan (PSMS), Bandung (Persib), Surabaya (Persebaya), dan Makassar (PSM).

Misalkan saja, Viking terpaksa bubar, tentunya yang namanya bobotoh akan tetap ada dan siap membirukan stadion saat Persib berlaga. Begitupun pula jika Persebaya Fans Club, Fazters ataupun YSS gulung tikar, yang namanya "Bonek" tentunya tetap banyak dan selalu ada untuk mewarnai langkah Persebaya. Hal yang sama berlaku andai saja KAMPAK di Medan ataupun Maczman di Makasar lenyap dari bumi nusantara, suporter-suporter alami dan simpatisan mereka yang fanatik tetap akan selalu ada seperti era Perserikatan dulu.

Menjadi bobotoh memang seakan menjadi takdir dan dorongan alami saat seseorang melihat ayah, kakek, atau lingkungan sekitar begitu kental dan selalu membicarakan tentang sepak terjang "sang idola", Persib Bandung. Bahkan sulit menceritakan kapan persisnya seseorang jatuh hati kepada Persib, karena rasa itu seakan hadir dan melekat secara alamiah dalam perjalanan hidup seorang bobotoh.

Rasa itu hadir tanpa perlu dideklarasikan, diorganisir dan direkayasa dalam segala keterikatan formal. Jika saja saat ini muncul kelompok suporter seperti Viking, toh itu hanya kebutuhan saja, karena jumlah anggota dan banyak hal yang perlu distrukturisasi. Jauh sebelum dan tanpa itu pun, mereka tetap bobotoh yang hingga kapan pun memiliki keterikatan emosional dengan bobotoh non-Viking. Jadi bukan ketika menjadi anggota Viking seseorang dianggap menjadi bobotoh Persib, tetapi ketika yang bersangkutan mulai terpikat oleh pesona Persib.

Dapat dipastikan, sebelum bobotoh berbaju fans club, dia tentu telah menjadi seorang bobotoh. Jikalau memutuskan bergabung dengan bendera fans club itu hanyalah sebuah pilihan yang mempertimbangkan banyak faktor seperti kawan, teritorial, gaya hidup dll. Namun satu yang pasti , menjadi bobotoh bukanlah sebuah pilihan. Bobotoh adalah “hidayah”, mungkin itulah kata yang paling tepat, dalam konteks unik ala supporter tentunya. ***

Penulis adalah mahasiswa S2 Fakultas Hukum Unpad dan menjabat sebagai Kepala Biro Litbang keluarga bobotoh Unpad.

Sabtu, 16 April 2011

Persib Menuju Mandiri dan Berprestasi

MEMBINA sepakbola tidak bisa dilepaskan dari persoalan pendanaan yang tidak sedikit. Ironisnya, sumber pendanaan utama, masih tergantung pada APBD.
Sumber lain, bukan tidak ada. Tapi tidak akan memadai menutup biaya opersional klub. Banyak klub yang dibiayai pihak swasta, akhirnya gulung tikar. Diantaranya Mastrans Bandung Raya, Arseto Solo, dan Niac Mitra.

Meski begitu, tekad Persib menjadi mandiri, lepas dari ketergantungan ABD, tidak pernah surut. Apalagi paradigma sepakbola sudah bergeser ke arah profesional-nasional. Jauh meninggalkan tradisional-konvensional.


Dan perubahan-perubahan positif yang terus dijalankan pengurus Persib, seperri mengubah pengelolaan dengan semangat kewirausahaan, akhirnya menuntun Persib menjadi klub mandiri.


Terutama setelah lahirnya Permendagri (Peraturan Mentri Dalam Negeri) 13 tahun 2006 dan Permwndagri Nomor 59 tahun 2007 yang mengatur ketentuan hibah (yang diberikan kepada Persib) tidak dapat dilakukan secara terus menerus.


Seiring dengan itu klub peserta Kompetisi Liga Indonesia, oleh BLI (Badan Liga Indonesia) sebagi pelaksana kompetisi,   diwajibkan berbentuk badan hukum. Maka langkah Persib menjadi mandiri kian mantab.


Sempat  terbesit rasa gamang juga. Pasalnya, realitas persepakbolaan nasional, secara riil belum berkembang menjadi sebauh industri. Apalagi jadi industri yang menguntungkan?


Indikatornya regulasi BLI yang melarang klub memiliki sponsor sejenis dengan sponsor resmi kompetisi. BLI juga mengambil space sponsor milik klub dan tidak sebanding dengan kompensasi sunsidi. Selain itu BLI memonopoli hak siar televisi.


Diluar itu, iklim sepakbola belum menarik sponsor karena jadwal kompetisi sering berubah-rubah. Tindakan anarkis masih mendominasi pelaksanaan kompetisi. PSSI/BLI tidak tegas dan serius menerapkan aturan.


Tapi, lantaran komitment dan semangat perubahan sudah menjiwai pengelola Persib untuk berubah menjadi mandiri, hambatan psikologis bisa dilewati.


Sejak itu berbagai pemikiran dari stakeholder Persib, pakar sepakbola, politisi, budayawan dll  tercurah untuk mencari jalan terbaik ketika Persib memutuskan menajdi tim mandiri.


Semata agar perubahan Persib menjadi lebih mandiri dan berbadan hukum, bisa menjamin keberlngsungan Persib dipentas sepakbola nasional.


Akhirnya kesepakatan tercipta. Persib Bandung resminya menjadi perusahaan berbadan hukum dengan nama PT Persib Bandung Bermartabat (PBB) 11 Desember 2008.


Keputusan ini dilakukan melalui rapat pemegang mandat pembentukan badan hukum dan tim 31 yang terdiri dari pengurus dan klub-klub Persib.


Tanggung jawan yang diemban PT PBB menyiapkan anggaran untuk Persib mengikuti LSI. Pasti tidak mudah melakukan itu. Karena banyak faktor yang menyertai langkahnya.


Tapi, berkat bussiness plan dan pendekatan pada dunia usaha,  PT PBB berhasil mendatangkan konsorsium yang bersedia menyediakan dana Rp 20 milyar dari kebutuhan klub Rp 30 milyar.


Sisanya dipenuhi dari usaha mandiri PT PBB yang berhasil menarik sponsorship seperti Honda, Yomart, Corsa, Evalube, BTPN dan sponsor lainnya.


Meski begitu, aspek penerimaan dari hak siar TV, sponsor, tiket. Merchandise dan transfer fee masih belum mampu menutup besaran pengeluaran.


Kesulitannya adalah Persib belum memiliki stadion sendiri. Selain kesadaran supporter untuk membeli tiket asli masih sangat kurang.


Sementara itu biaya operasional (keamanan, perizinan, penggunaan fasilitas) dalam pertandingan kandang masih tinggi dan sepakbola belum menjelma jadi industri.

Minggu, 10 April 2011

Pemesanan tiket pertandingan antara PERSIB vs Persisam

bagi yang ingin memesan tiket pertandingan
antara PERSIB vs PERSISAM
tanggal 13 April 2011
sudah dapat di pesan .
untuk tribun :
  • timur                 : Rp.43.000
  • selatan/ utara    :  Rp.28.000
bagi yang mau silahkan hubungi kami
untuk wilayah Rancaekek dan sekitarnya gratis Ongkir (ongkos kirim)

contact person :
ridwan     081809424037
taufik       081809596386

Hebat dan Ditakuti

KEMENANGAN telak 3-0 dari Bontang FC menegaskan tongkrongan Maung Bandung masih menggetarkan. Tim manapun pasti berhitung dua kali saat jumpa Persib.
Indikatornya permainan rancak yang dihamparkan anak-anak Bandung. Bukan hanya indah dan menghibur, tapi juga tajam dan menyengat.

Kolektivitas permainan terjaga utuh. Aliran serangan bisa dihamparkan dari semua lini permainan. Keseimbangan tim juga terjaga.

"Kalau anak-anak mau apapun bisa kita hamparkan. Pelatih sudah memberikan semuanya, taktik dan strategi plus kesempatan bermain," ungkap Robby Darwis, asisten pelatih Persib.

Sepakbola memang permainan tim. Makin indah dan tajam jika semangat kebersamaan mengalir deras dijiwa pemain.

Bahkan, jika pemain  mau melepaskan semua kemapuan terbaiknya, peluang memenangkan pertandingan terbuka lebar. Tidak perduli main dikandang ataupun tandang.

"Persib itu tim besar. Eksisitensinya sangat diperhitungkan tim lain. Jadi jangan pernah takut manggung dimanapun," jelas Robby.

Sebaliknya, spirit dan harga diri harus terus dikedepankan. Yakinlah tim lain pusing memikirkan sepak terjang Maung Bandung. 

"Dengan begitu, secara otomatis, mental pemain tertata baik. Standart permainan terjaga. Grafis permainan meningkat.   Tinggal takdir Tuhan, kita menang atau terganjal," beber legendaris Maung Bandung.

Abanda: Gol Saya Bisa Membawa Persib Menang

GOL Abanda Herman lewat tandukan kepala menjadi pembuka dua gol berikutnya saat Persib Bandung melumat tamunya Bontang FC 3-0 di Stadion Si Jalak Harupat, Kabupaten Bandung, Sabtu (9/4/2011) malam.
"Saya senang bisa mencetak gol kembali untuk Persib. Gol saya bisa membawa Persib menang," ungkap Abanda kepada Persibholic.com seusai pertandingan di ruang ganti pemain.

Kelihaian mantan defender Persija Jakarta ini dalam menempatkan posisi di area kotak penalti dan memanfaatkan tinggi badannya, ia mampu mencetak gol dengan kepalanya ke gawang Bontang FC. Sebelumnya Abanda berhasil mencetak gol ke gawang Persija, Pelita Jaya, dan Persipura.

"Saya senang, ini menjadi gol keempat saya selama di Persib. Selama saya mendapat peluang untuk cetak gol, saya tidak akan menyia-nyiakannya," tegas pemain asal Kamerun itu.

Kedepannya, Abanda berharap ingin terus menyumbang gol yang lebih banyak bagi klub kebanggaan warga Jawa Barat itu.

"Kedepannya, saya akan terus berusaha untuk bisa cetak gol yang lebih banyak untuk Persib," jelasnya sambil tersenyum.

Pola 4-4-2 Lebih Hidup

PERSIB Bandung kerap melakukan perubahan formasi, baik skema maupun pemain yang menjadi starter. Perubahan tersebut beberapa kali berhasil, namun kadang juga jauh dari harapan.
Namun, saat menaklukan Bontang FC tiga gol tanpa balas di stadion Si Jalak Harupat, Sabtu (9/4) kemarin, pola 4-4-2 yang diterapkan jajaran pelatih terbukti berhasil dan bahkan mendekati sempurna.

Ditanya soal kerap terjadinya perubahan pola, pemain Persib Isnan Ali mengaku pola 4-4-2 membuat permainan lebih hidup. Menurutnya, pola modern tersebut memberikan jarak antar lini yang dekat.

"Memang dengan pola 4-4-2 semua pemain jadi mau bekerja. Jaraknya dekat dan kita bisa fokus pada bertahan atau menyerang. Ini kan pola modern," ungkap Isnan.

Pada beberapa laga sebelumnya, Maung Bandung juga kerap memakai pola 3-5-2 yang merupakan ciri khas Persib sejak beberapa musim ini. Kadang juga pelatih menerapkan pola 3-4-3.

Saat pola 3-5-2, Isnan kerap ditempatkan sebagai sayap kiri. Sementara pada pola 4-4-2, Isnan kembali ke posisi awalnya sebagai bek kiri. Hal ini tentu memaksimalkan tugasnya.

"Sebetulnya pola apapun tidak masalah bagi pemain. Tapi karena saya terbiasa dengan pola 4-4-2, jadi lebih maksimal saja performanya," sambungnya.

Dengan empat bek, gawang Persib memang lebih aman. Terbukti, dengan performa gemilang kiper Cecep Supriatna yang didampingi empat defender, gawang Persib sama sekali tidak kebobolan.

Lawan Persisam, Jejen Berharap Tampil Lebih Lama

Wingers muda Persib Bandung Jejen Zaenal Abdini berharap bisa tampil lebih lama saat melawan Persisam Samarinda, Rabu (13/4/2011) nanti, setelah di laga kontra Bontang FC, Sabtu 9/4/2011) lalu, ia diberikan kesempatan bermain sekitar lima menit.

Ya, pada laga yang berujung kemenangan Maung Bandung 3-0 di Stadion si Jalak Harupat, Soreang Kabupaten Bandung tersebut, Jejen yang telah lepas dari cedera selama enam bulan, mensyukuri telah diberikan kesempatan tampil meski hanya lima menit.

"Saya sangat bersyukur bisa diturunkan dalam pertandingan. Walapun sebentar, tapi ini sangat berharga buat saya setelah enam bulan tidak main," kata Jejen

Pada laga pertamanya sepanjang putaran kedaua Liga Super Indonesia (LSI) 2010/2011 itu, Jejen mengaku grogi saat diturunkan Asisten Pelatih Persib Robby Darwis menit 88 menggantikan Matsunaga Shohei. Persoalan grogi itu, kata Jejen, akibat lama tidak mencicipi lagi atmosfer pertandingan dengan dukungan puluhan ribu bobotoh.

"Saya berharap di pertandingan ke depan, mudah-mudahan dikasih kesehatan dan cedera ini sembuh total, serta bisa main lebih lama lagi," kata pemain bernomor punggung 21 ini .

Gonzales Diandalkan Cetak Gol Lawan Persisam


Manajer Persib Bandung Umuh Muchtar berharap pemain naturalisasi asal Uruguay Cristian Gonzales kembali bangkit mencetak gol bagi Maung Bandung pada laga sisa putaran kedua Liga Super Indonesi (LSI) 2010/2011.

Setelah didera cedera dan terlibat baku pukul dengan salah seorang ofisial Persib, pemain berjuluk El Loco tersebut memang mengalami krisis gol. Krisis gol mulai terpecahkan saat diturunkan melawan Bontang FC di Stadion si Jalak Harupat, Soreang Kabupaten Bandung, Sabtu (9/4/2011) dengan lesakan golnya pada menit 52.

Gonzales pun diharapkan menemukan kembali ketajamannya saat menjamu Persisam Samarinda, Rabu (13/4/2011) nanti. "Ya kita berharap Gonzales dapat eksis lagi dan mencetak gol untuk ke depannya," ujar Umuh .

Umuh mengaku cukup puas dengan gol yang dicetak Gonzales pada babak dua saat Persib menjamu Bontang FC tersebut. Pria yang juga Direktur Utama PT Persib Bandung Bermartabat (PBB) itu pun tak segan-segan melontarkan pujian."Kemarin Gonzales bermain bagus, sebagai penyerang ia sudah kembali bangkit. Mudah-mudahan ke depannya ia bermain lagi seperti kemarin," kata Umuh.

Tidak hanya Gonzales, Umuh juga memuji seluruh pemain yang sudah memberikan rekor tak terkalahkan dari Bontang FC. "Kepada seluruh pemain juga saya acungkan jempol, semua bermain sangat bagus," pungkasnya.

Saat menjamu Bontang FC, Gonzales menyumbang satu dari tiga gol Maung Bandung ke gawang tim berjuluk Laskar Bukit Tursina tersebut. Dua gol lainnya dicetak Abanda Herman pada menit 27 dan Hilton Moreira menit 79.

Inilah Rahasia Kemenangan Persib atas Bontang FC

Manajer Persib Bandung Umuh Muchtar mengatakan, persoalan mental pemain memang menjadi masalah skuad Persib yang menyebabkan Maung Bandung terpuruk pada laga-laga sebelumnya.

Umuh pun mempunyai trik tersendiri untuk membangkitkan mental para pemainnya tersebut. Umuh hanya berusaha memberikan suasana yang nyaman sehingga Eka Ramdani cs bisa enjoy dalam menjalani setiap laga.

"Saya terapkan para pemain agar tidak tertekan dengan kekalahan kemarin. Kita anggap enjoy saja. Dengan itu, Alhamdulillah bisa membawa poin penuh saat Persib melawan Bontang FC," ujar Umuh .
Salah satu trik khusus untuk memperbaiki mental pemain tersebut, Umuh mengajak seluruh pemain makan siang sehingga tercipta suasana kekeluargaan. Sebelum pertandingan melawan Bontang FC di Stadion si Jalak Harupat, Soreang Kabupaten Bandung, Sabtu (9/4/2011) malam, Umuh mengajak para pemain makan bersama.

"Pada Jumat (8/4/2011) saya sengaja mengumpulkan para pemain untuk makan bersama. Sengaja saya kumpulkan karena sudah lama tidak makan bersama. Dari situ kebersamaan datang dan para pemain terlihat bangkit," kata Umuh.

Dalam kesempatan makan tersebut Umuh berpesan kepada para pemain untuk bermain lepas dan tanpa beban saat melawan Bontang FC. Pasalnya, kata Umuh, jika ada pemain yang bermental jelek maka akan mengganggu konsentrasi para pemain lain.

"Kita tidak membedakan mana pemain yang bermental 'borok' (jelek) atau yang mental bagus. Semua kita samakan. Jika dibedakan para pemain takutnya tersinggung malah mentalnya nanti malah lebih menurun," ucapnya.

Pertandingan Bersejarah Persib

PERSIB vs MALAYSIA


Turnamen Internasional
27 Juli 1986.
Setelah menjuarai Kompetisi Perserikatan 1986, Persib mewakili Indonesia pada Pesta Sukan II Piala Hassanal Bolkiah di Brunei Darussalam. Persib menjadi juara setelah di final menang 1-0 atas Malaysia melalui gol Yusuf Bachtiar menit 47, di Stadion Negara Sultan Hassanal Bolkiah Bandar Seri Begawan.
Saat itu, Persib meminjam Yusuf dari Perkesa '78 bersama Herry Kiswanto dari Kramayudha Tiga Berlian. Di semifinal Persib menang 4-2 atas Singapura. Keberhasilan Persib ini menuai pujian dari PSSI.


PERSIB vs AC MILAN



Persahabatan
4 Juni 1994. 
Persib sebagai juara Kompetisi Perserikatan terakhir 1993-1994 berkesempatan menjajal AC Milan, di Stadion Senayan Jakarta. Ketika itu, AC Milan menjuarai Piala Champions 1994 melalukan tur Asia. 
Persib diperkuat Robby Darwis, Yudi Guntara, Dede Iskandar dll., sedangkan Milan menurunkan Dejan Savicevic, Sebastiano Rossi, Marcel Desailly, Marco Simone, Gianlugi Lentini. Persib kalah telak 8-0, tetapi pelatih Milan Fabio Capello memberikan pujian kepada Yudi Guntara.*
PERSIB vs PSMS



Kompetisi 1984-1985
24 Februari 1985. 
Laga final Kompetisi Perserikatan 1984-1985 antara Persib dan PSMS Medan menciptakan rekor jumlah penonton di Stadion Senayan Jakarta. Dari kapasitas 120.000 penonton yang tersedia, jumlah penonton yang hadir saat itu mencapai 140.000 yang mayoritas pendukung Persib.
Penonton meluber hingga pinggir lapangan, tetapi wasit Djafar Umar bisa menyelesaikan tugasnya dan tidak ada kericuhan. PSMS menang 4-3 melalui drama adu penalti setelah skor sama kuat 2-2.



PERSIB vs PETROKIMIA

LI 1994-1995
30 Juli 1995. 
Persib menjadi juara Liga Indonesia I 1994-1995, setelah pada final mengalahkan Petrokimia Putra 1-0, di Stadion Senayan Jakarta. Gol tunggal dicetak striker Sutiono Lamso pada menit 75 setelah mengecoh kiper Derryl Sinere. "Maung Bandung" menyandang gelar juara sejati, karena Liga Indonesia I merupakan peleburan klub yang bermain di Kompetisi Galatama (profesional) dan Perserikatan (amatir). Persib berkekuatan pemain lokal dan diarsiteki Indra Thohir.*



PERSIB vs PSV
 
Persahabatan
11 Juni 1987. 
Pemain top dunia Ruud Gullit bermain di Stadion Siliwangi Bandung. Bersama klubnya, PSV Eindhoven, mereka dijamu Persib yang diperkuat Adjat Sudrajat, Adeng Hudaya, Bambang Sukowiyono, Uut Kuswendi, Dede Iskandar, dll. PSV diperkuat Ronald Koeman, Wim Kieft, Eric Gerets. Persib kalah 6-0, tetapi pelatih PSV, Guus Hiddink memuji Persib. Gol PSV dicetak Evi Cool (3 gol), Rud Giip (2 gol), Jurie Koolkof. Pertandingan dipimpin wasit Djadja Mudjahidin.*



PERSIB vs PERSIJA

LI 2007-2008
24 April 2007. 
Bobotoh berpesta setelah Persib mengalahkan Persija 3-0 pada Liga Indonesia XIII/2007, di Stadion Siliwangi Bandung. Dua gol diborong Christian Bekamenga, dan Eka Ramdani. Kemenangan begitu spesial karena Persib menunggu delapan tahun untuk mengatasi Persija. Sejak Liga Indonesia V/1999, Persib belum pernah menang atas tim "Macan Kemayoran", meskipun bermain di kandang sendiri. Persib ditangani pelatih Moldova, Arcan Iurie Anatolievici.*


PERSIB VS PERSEMAN
Kompetisi 1985-1986



11 Maret 1986.
Setelah dua kali dikalahkan secara tragis melalui adu penalti dari PSMS Medan di grandfinal Kompetisi Divisi Utama Perserikatan 1983 dan 1985, Persib akhirnya menjadi kampiun pada Kompetisi Perserikatan 1986. Gelar juara yang mengakhiri penantian selama 25 tahun tersebut diraih Persib setelah menjungkalkan Perseman Manokwari 1-0 (0-0) pada pertandingan grandfinal yang digelar di Stadion Utama Senayan Jakarta, 11 Maret 1986. Pemain yang baru kembali dari klub Mercu Buana (Galatama), Djadjang Nurdjaman menjadi pahlawan kemenangan Persib. Djadjang mencetak gol tunggal kemenangan Persib pada menit ke-77. Keberhasilan tersebut langsung disambut sukacita puluhan ribu bobotoh dan para sesepuh seperti Ateng Wahyudi, Solihin GP dan Ir. Soehoed. Pada pertandingan final, pelatih Nandar Iskandar menurunkan skuad Sobur (kiper), Suryamin, Ade Mulyono, Robby Darwis, Adeng Hudaya (belakang), Bambang Sukowiyono, Iwan Sunarya, Adjat Sudradjat (tengah), Djadjang Nurdjaman, Suhendar dan Dede Rosadi/Wawan Karnawan.***

PERSIB VS PSM
Final Kompetisi Perserikatan 1994


17 April 1994
Persib memastikan keabadian trofi juara Kompetisi Perserikatan setelah mengalahkan PSM 2-0 pada pertandingan final pamungkas kompetisi amatir di Stadion Utama Senayan Jakarta, 17 April 1994. Dua gol kemenangan Persib dicetak Yudi Guntara menit 26 dan Sutiono Lamso menit 71. Dalam pertandingan ini, Persib turun dengan komposisi tim Aris Rinaldi (kiper); Robby Darwis, Roy Darwis, Yadi Mulyadi; Dede Iskandar/Hendra Komara (76), Nandang Kurnaedi, Asep Kustiana/Mulyana (66), Yusuf Bachtiar, Yudi Guntara; Kekey Zakaria, Sutiono Lamso. Sementara PSM menurunkan Herman Kadiaman (kiper) Bahar Muharam, M. Ajis Muin, Ali Baba, Yosef Wijaya, Ajie Lestaluhu/Ayyub Khan (52), Anwar Liko, Yusrifar Djafar, Ansar Razak, Kaharuddin Djamal, Arief Kamaruddin. Selain gelar juara, pemain terbaik juga diraih pemain Persib, Sutiono Lamso. Striker asal Purwokerto inipun sebenarnya menjadi pencetak gol tersubur sepanjang musim. Namun, gelar itu diberikan kepada Agus Winarno (Persebaya) karena PSSI memutuskan bahwa gol dihitung pada putaran final saja.***

PERSIB vs PERSIRAJA
Play-off Degradasi 1978


27 Januari 1978.
Hari Jumat, tanggal 27 Januari 1978, boleh jadi menjadi hari paling menyesakkan dalam sejarah Persib Bandung. Pasalnya, Persib harus kehilangan tempatnya di jajaran elit sepakbola nasional karena kalah 1-2 dari Persiraja Banda Aceh pada pertandingan "play-off" degradasi Kompetisi Perserikatan 1975-1978. Pertandingan "play-off" perebutan peringkat 5 dan 6 ini dilakukan karena musim 1978-1979, PSSI memberlakukan sistem pembagian divisi untuk Kompetisi Perserikatan. Hanya lima tim terbaik Kejurnas PSSI 1975-1978 yang berhak tampil di Divisi Utama Kompetisi Perserikatan 1978-1979. Bermain di Stadion Utama Senayan Jakarta, Persib unggul melalui gol Max Timisela pada menit 10. Keunggulan tersebut tak bisa dipertahankan karena Persiraja berbalik unggul lewat dua gol yang dicetak Bustaman menit 15 dan Tarmizi menit 39. Dalam pertandingan ini, Persib turun dengan komposisi pemain: Syamsudin (kiper), Bambang, Kosasih, Encas Tonif, Giantoro/Herry Kiswanto, Zulham Effendi, Cecep, Nandar Iskandar, M. Atik/Djadjang Nurdjaman, Max Timisela, dan Teten.***

PERSIB vs PSMS
Final Kompetisi Perserikatan 1983

10 November 1983.
Persib yang baru promosi kembali ke Kompetisi Divisi Utama Perserikatan 1983, setelah terlempar ke Divisi  pada tahun 1978, langsung unjuk gigi. Giantoro dkk. lolos ke final untuk menantang PSMS Medan di Stadion Utama Senayan Jakarta. Dipimpin kapten tim Giantoro, Persib menahan imbang  0-0 dalam waktu normal dan perpanjangan waktu. Pertandingan harus diakhiri dengan adu penalti. Sayang, Persib gagal menjadi kampiun karena hanya dua eksekutornya yang mampu menjebol gawang PSMS yang dikawal Ponirin Meka yaitu Bambang Sukowiyono dan Wawan Karnawan. Tiga penendang yang gagal adalah Giantoro, Adjat Sudrajat, dan Wolter Sulu. Sementara, gawang Persib yang dijaga Sobur bobol tiga kali. Adjat tetap dinobatkan sebagai pemain terbaik dan pencetak gol tersubur dengan 8 gol. Komposisi pemain Persib saat itu adalah Sobur (kiper), Suryamin/Adjid Hermawan, Dede Iskandar, Robby Darwis, Giantoro (c), Encas Tonif/Kosasih A, Bambang Sukowiyono, Wolter Sulu,  Adjat Sudrajat, Adeng Hudaya, dan Wawan Karnawan. ***

PERSIB vs PERSEBAYA
Final Kompetisi Perserikatan 1990

11 Maret 1990.
Sempat tertatih-tatih di awal musim, Persib akhirnya bisa tampil sebagai kampiun Kompetisi Perserikatan 1989-1990. Di partai puncak yang berlangsung di Stadion Utam Senayan Jakarta, 11 Maret 1990, Persib menumbangkan Persebaya Surabaya 2-0. Dua gol kemenangan Persib dicetak lewat gol bunuh diri Subangkit pada menit ketujuh dan Dede Rosadi menit ke-59. Dalam pertandingan final yang dipadati puluhan ribu bobotoh tersebut, pelatih Ade Dana memasang komposisi pemain Samai Setiadi (kiper), Dede Iskandar, Ade Mulyono, Robby Darwis, Adeng Hudaya (belakang), Asep Sumantri, Yusuf Bachtiar, Adjat Sudradjat (tengah), Nyangnyang/Dede Rosadi, Sutiono Lamso, Djadjang Nurdjaman. Sementara Persebaya yang ditangani pelatih Koesmanhadi memasang I Gusti Putu Yasa (kiper), Muharom Rosdiana, Usman Hadi, Maura Helly, Subangkit, Nuryono Haryadi, Ibnu Graham, Yusuf Ekodono, Syamsul Arifin, Putut Wijanarko, Budi Yohanis/Seger Sutrisno. Bagi Persib, ini adalah gelar juara keempat kalinya setelah tahun 1937, 1961 dan 1986.***

PERSIB vs PERSIJA
Laga Penentuan Juara 1961

30 Juni 1961. 
Persib berhasil naik ke podium tertinggi dengan meraih trofi terbaik pada tahun 1961. Kepastian juara untuk kedua kalinya itu setelah Sunarto dkk. pada pertandingan terakhir putaran final (babak "7 Besar") yang berlangsung di Stadion Diponegoro Semarang, mengalahkan Persija 3-1. Tiga gol Persib oleh Wowo Sunaryo pada menit 12 dan 20 serta Hengki Timisela, sedangkan gol balasan Persija dicetak Sucipto. Pertemuan Persib dengan Persija ini sebagai laga puncak di putaran final yang menggunakan sistem setengah kompetisi ini. Sebelum laga penentuan digelar, Persib di peringkat kedua dengan nilai 9 di bawah PSM Makassar yang mengumpulkan nilai 10 setelah sehari sebelumnya mengalahkan PSMS Medan 3-2. Sementara Persija berada di posisi ketiga dengan nilai 8, dan bisa meraih juara jika menang atas Persaib. Skuad Persib adalah Hehanusa, Hermanus, Juju (kiper), Ishak Udin, Iljas Hadade, Rukma Sudjana, Fatah Hidayat, Sunarto, Thio Him Tjhiang, Ade Dana, Hengki Timisela, Wowo Sunaryo, Nazar, Omo Suratmo, Suhendar, Pietje Timisela.***

PERSIB vs ITALIA U-21
Persahabatan Internasional

27 Juni 1977.
Pada tahun 1994, Persib Bandung dibantai AC Milan 8-0 di Stadion Utama Senayan Jakarta. Bagi Persib, pertandingan melawan AC Milan ini bukanlah laga pertamanya melawan tim dari "Negeri Pizza" itu. Pada tanggal 27 Juni 1977, Persib sempat menjamu tim nasional Italia U-21 di Stadion Siliwangi. Selain menghadapi Persib, dalam lawatannya ke Indonesia timnas Italia U-21 menjajal beberapa tim, termasuk Persebaya. Berbeda dengan pertemuan dengan AC Milan, pada pertandingan melawan timnas Italia U-21 ini, Persib tampil perkasa. Meski sempat mendapatkan perlawanan, Persib akhirnya mencatat kemenangan dengan skor 3-1. Dalam pertandingan ini, Persib membuka keunggulan melalui gol yang dicetak Max Timisella saat pertandingan baru berjalan empat menit. Timnas Italia U-21 sempat menyamakan kedudukan pada menit 11 melalui gol yang dicetak Pasinato. Namun, Persib akhirnya bisa memastikan kemenangan melalui dua gol yang diciptakan Risnandar Soendoro pada menit 30 dan Nandar Iskandar, tujuh menit sebelum laga usai.***

BANGKOK BANK vs PERSIB
Leg 1 Grup Timur 2 PCA 1995

16 September 1995.
Setelah menjuarai Liga Indonesia I 1994-1995, Persib tak punya waktu untuk beristirahat panjang. Sebab, Robby Darwis dan kawan-kawan harus langsung terjun di Piala Champion Asia (PCA). Tidak tanggung-tanggung, lawan pertama yang harus dihadapinya adalah mantan juara Piala Champions Asia asal Thailand, Bangkok Bank. Pada "leg" pertama babak pertama Grup Timur 2, Persib bertandang lebih dulu ke kandang Bangkok, Stadion Universitas Chulalangkorn, di pinggiran kota Bangkok. Berbekal kekalahan 1-4 dari tim PON DKI Jakarta pada laga pemanasan di Bandung, Persib datang ke Bangkok dengan kondisi tim yang kurang kondusif. Sejumlah pemain pilar terlibat perang dingin dengan pelatih Indra M. Thohir. Namun, dalam kondisi meragukan itu, Persib justru tampil trenginas di Stadion Universitas Chulalangkorn. Hasilnya, Maung Bandung mempermalukan tuan rumah dengan skor 2-0. Dua gol kemenangan Persib ke gawang Watcaharapong Somchit dilesakkan Kekey Zakaria pada menit 9 dan Yusuf Bachtiar menit 53.***

PERSIB vs JERMAN TIMUR
Persahabatan Internasional

29 Oktober 1964
Pada tahun 1964, tim nasional Jerman Timur (Republik Demokrasi Jerman) tercatat dua kali berkunjung ke Indonesia, yaitu bulan Januari dan Oktober. Dalam dua kunjungannya itu, Jerman Timur selalu memilih Persib menjadi salah satu tim yang dihadapinya. Menurut catatan Novan Herfiyana, seorang kontributor data sepak bola Indonesia untuk situs rsssf.com, pada pertemuan pertama, Persib hanya kalah 0-2. Namun, pada pertemuan kedua di Stadion Siliwangi Bandung pada tanggal 29 Oktober 1964, Persib benar-benar menjadi bulan-bulanan salah satu kekuatan sepak bola di Eropa Timur dengan skor telak 1-7. Pada pertemuan kedua ini, formasi pemain Persib yang tampil adalah Jus Etek (kiper); Masri, Ishak Udin, Kaelani, Sunarto, Fattah/Ismail, Omo Suratmo, Wowo Sunaryo/Fattah, Djadjang Haris, Hendra, dan Andi Achmad/Otong. Sementara timnas Jerman Timur tampil dengan formasi Weigang (kiper) Geisler, Walter, Seehans, Rooke, Pankau, Litsewitz, Beckhaus, Stoker, Engelhardt, dan Bauchsdiess. ***

PERSITA vs PERSIB
Liga Indonesia V/1998-1999

7 Februari 1999
Sejak era Liga Indonesia (LI) diputar pada tahun 1994, pada musim kelima inilah Persib untuk pertama kalinya harus berurusan dengan ancaman degradasi. Karena buruknya persiapan dan konflik internal menjelang kompetisi, Persib mencatat hasil kurang mengesankan dalam 6 pertandingan pertama Grup B Wilayah Barat yang dihuni 5 tim. Dengan hanya mencatat 2 kali menang, sekali seri dan 3 kali kalah, tim asuhan Suryamin terperosok di papan bawah klasemen sementara. Ketika itu, bobotoh sudah pasrah menerima kenyataan pahit karena Persib tinggal menyisakan dua pertandingan lagi, bertandang ke Stadion Benteng Tangerang untuk menghadapi Persita dan menjamu Persija Jakarta di Stadion Siliwangi. Pertandingan "away" melawan Persita, 7 Februari 1999 menjadi partai krusial buat Persib. Sebab, hanya kemenanganlah yang bisa menyelamatkan tim kebanggaan bobotoh ini dari ancaman degradasi. Di luar dugaan, meski bertarung di kandang lawan, Persib tampil trenginas dan mencatat kemenangan 3-1. Imam Riyadi menjadi pahlawan Persib lewat dua gol yang dicetaknya pada menit 21 dan 65. Satu gol Persib lainnya disumbangkan Dadang Rusmana pada menit 72. Sementara gol balasan Persita diciptakan Giman Nurjaman pada menit 30.***

PERSIB vs PERSIKAB
Liga Indonesia VIII/2002

5 Mei 2002
Di bawah penanganan trio pelatih Deny Syamsudin, Dedi Sutendi, dan Lukas Tumbuan, Persib sebenarnya mencatat hasil mengesankan pada Liga Indonesia (LI) VIII/2002 dengan mencatat rekor tak terkalahkan di kandang sendiri. Namun, hasil buruk pada saat "away" membuat Ansyari Lubis dan kawan-kawan terjebak di papan bawah dan sempat dibayang-bayangi hantu degradasi. Persib baru terbebas dari ancaman degradasi pada tanggal 5 Mei 2002, setelah mencatat kemenangan atas Persikab Kab. Bandung dengan 5-0 pada pertandingan yang digelar di Stadion Siliwangi Bandung. Tudingan adanya "main mata" untuk menyelamatkan Persib dari degradasi ini muncul karena posisi Persikab saat itu memang sudah dipastikan degradasi ke Divisi I. Belakangan, tudingan tersebut dibenarkan oleh beberapa pemain Persikab yang tampil ketika itu. Meski sudah ada "kesepakatan" tertentu, tetap saja para pemain Persib sempat dibuat ketar-ketir. Pasalnya, setelah Ansyari Lubis mencetak gol cepat pada menit pertama, empat gol Persib lainnya ke gawang Jajang Sinar Surya baru terjadi di babak kedua, setelah "Dalem Bandung" bermain 10 orang sejak menit 42 karena Agus Muspar diganjar kartu merah. Empat gol Persib di babak kedua dicetak Sujana (menit 54, 66), Ruhiyat (85) dan Yaris Riyadi (88).***

PERSIB vs PSIM
Play-off LI IX/2003

16 Oktober 2003
Jika tidak ada perubahan aturan promosi dan degradasi oleh PSSI, Persib sebenarnya sudah harus terlempar ke Divisi I pada Liga Indonesia (LI) IX/2003, bersama Barito Putra, PSDS Deli Serdang, Petrokimia Putra, Arema Malang, dan Perseden Denpasar. Aturan awal, enam tim terbawah terdegradasi ke Divisi I, Persib hanya menempati peringkat ke-16 dari 20 peserta LI musim itu. Namun, beberapa bulan sebelum laga usai, PSSI mengeluarkan keputusan kontroversial; tim yang otomatis terdegradasi hanya peringat 17-20, sedangkan peringkat 15 dan 16 diberi kesempatan memainkan pertandingan "play-off" melawan peringkat 3 dan 4 Divisi I. Maka, Persib main Solo untuk memanfaatkan "selembar nyawa" yang dihadiahkan PSSI. Pada pertandingan pembuka melawan Persela 1-0, Persib menang bertahan di Divisi Utama setelah mengalahkan PSIM Yogyakarta 1-0. Pertandingan berlangsung di Stadion Manahan Solo, 16 Oktober 2003 ini, gol tunggal Persib dicetak pemain asing asal Cile, Rodrigo Sanhueza pada menit 58. Pelatih Juan Antonio Paez menurunkan formasi Udin Rafiudin (kiper); Dadang Hidayat, Suwandi HS, Claudio Lizama; Yayan Sundana/Aji Nurpijal, Hendra Komara, Andrian Mardiansyah, Rodrigo Sanhueza, Alejandro Tobar; Suladi/Asep Dayat, Imral Usman.***

Sponsor Resmi Persib di ISL

PLATINUM SPONSOR





OFFICIAL SPONSOR




















  
 






























PLATINUM SPONSOR


JOMA
Joma Sport adalah perusahaan produk olahraga dari Spanyol, didirikan pada 1965 oleh Fructuoso Lopez. Joma memiliki jaringan distribusi lebih dari 28 negara, termasuk Indonesia yang lisensinya dipegang oleh PT Allsports'78.
EVALUBE
Dibuat dari bahan berkualitas tinggi serta komponen adiktif terbaik, di produksi menggunakan teknologi paling mutakhir dengan sistem komputerisasi.
YOMART
Perusahaan ritel modern yang berfokus di bidang minimarket yang telah melayani kebutuhan masyarakat akan barang kebutuhan sehari-hari.
CORSA

Grafik Pertandingan ISL 2010/2011

Legenda Persib Max Timisela

Max Timisela


Mengenal sepak bola sejak berumur sepuluh tahun, Max Timisela dikenal memiliki kemampuan brilian mengolah si "kulit bundar”. Babeh Maksi, biasa dia disapa, piawai menjebol gawang lawan dengan aksi "Balik Bandung" atau kontra salto. Ia berkiprah di Persib mulai tahun 1962. Max Timisela adalah pemain keturunan Maluku, tetapi lahir di Cimahi Bandung pada 7 Mei 1944. Ketika bergabung dengan timnas PSSI, membawanya pergi keberbagai negara di belahan dunia. Ketika Tur Eropa melawan klub dari Jerman, Werder Bremen pada tahun 1965, timnas kalah 5-6. Max berhasil mencuri perhatian dengan mencetak dua gol. Saat itu juga, pelatih Werder Bremen, Heer Brocker sempat kepincut untuk merekrutnya.

"Saat itu, kita memang harus mengedepankan motivasi untuk membela Persib. Untuk bisa masuk Persib harus memiliki motivasi besar karena dulu sangat sulit bisa menjadi bagian skuad Persib. Setiap pemain harus berkompetisi. Seandainya tidak memiliki kemampuan bagus, tentunya kita tidak bisa masuk dalam daftar pemain," kata pemain era 60-an dengan nomber punggung 16 itu.


Pada tahun 60-an Persib sudah banyak dihuni pemain dari luar suku Sunda, salah satunya yaitu keluarga Timisela dari Maluku. Keluarga Timisela yang memperkuat Persib adalah Pietje Timisela, Hengki Timisela, dan Max Timisela. Pietje dan Hengki lebih awal bergabung dengan Persib, setelah itu barulah generasi berikutnya Max Timisela. Meskipun pada zaman itu pemain Persib berbeda suku, tetapi di dalam diri setiap pemain ditanamkan motivasi besar untuk membela tim "Pangeran Biru". Rekan bermain Max di antaranya, Samsudin (kiper), Risnandar, Giantoro, Encas Tonif, Kosasih B, Ganda, Wiwin, Nandar Iskandar, Atik, Teten, Cecep, Dedi Sutendi.

Dengan menanamkan motivasi besar itulah, Persib bisa melambung tinggi pada jajaran tim elit era itu. Babeh Maksi, dengan talenta dan bakat alam yang dimilikinya, gantung sepatu pada usia 35 tahun, tepatnya pada tahun 1979. Rasa bangga, cinta dan tentunya  rasa memiliki terhadap Persib sangat melekat pada diri Max Timisela, terlontar kalimat darinya, "Saya cinta sepak bola dan saya tidak bisa lepas dari sepak bola."

Prestasi bersama Persib yang pernah diraihnya tidak main-main. Ia membawa Piala Jusuf di Makassar, Piala Tugu Muda di Semarang, dan Piala Surya di Surabaya. Setelah pensiun, Max Timisela pernah menjadi asisten pelatih, rentang waktu  tahun 1985–1990. Prestasi yang dia dapat ketika menjadi asisten pelatih Kompetisi Perserikatan 1986. Saat itu, Persib meraih juara dengan mengalahkan Perseman Manokwari 1-0 PERSIB juara. Max tercatat menjadi asisten pelatih Nandar Iskandar, bersama Indra Thohir sebagai pelatih fisik.




PERSIB tahun 1995-2009

Setelah meraih juara Liga Indonesia I 1994-1995, prestasi Persib mulai menurun. Akan tetapi, dalam kompetisi internasional prestasinya cukup mengesankan karena sempat berlaga sampai perempat final Piala Champion Asia. Namun di tanah air Persib harus merelakan trofi Piala Liga Indonesia jatuh ke tangan saudara se-kota Tim Mastrans Bandung Raya yang akhirnya menjadi juara Liga Indonesia II.

Ternyata perjalanan Persib dalam mengarungi Liga Indonesia tidak berjalan sesuai yang diharapkan. Meski perombakan di tubuh Persib kerap terjadi, belum juga menuai hasil maksimal, bahkan Persib sempat terancam terdepak dari kompetisi Liga Indonesia karena kerap di posisi papan bawah. Pada Liga Indonesia VII/2001 diarsiteki pelatih Indra Thohir dan Deny Syamsudin, Persib bisa lolos ke babak “8 Besar” di Medan, tetapi akhirnya gagal ke semifinal. Pergantian pelatih pun dilakukan termasuk dengan mendatangkan dari Polandia, Marek Andrejz Sledzianowski pada Liga Indonesia IX/2003. Namun, Marek Sledzianowski tidak seberuntung seniornya, Marek Janota. Sledzianowski diganti di tengah jalan karena Persib terseok-seok di papan bawah. Untuk menghindari jurang degradasi, pengurus Persib mendatangkan pelatih asing asal Cile, Juan Antonio Paez. Upaya ini berhasil dan Paez dipertahankan hingga Liga Indonesia X/2004.

Pada Liga Indonesia XI/2005, Indra Thohir kembali dipanggil. Namun, Persib harus puas di peringkat lima. Kompetisi berikutnya, Risnandar Soendoro dipercaya menjadi pelatih. Namun, dia hanya bertahan hingga dua pertandingan awal kandang setelah kalah dari PSIS dan Persiap di Stadion Siliwangi Bandung dan posisinya diganti Arcan Iurie Anatolievici. Pelatih asal Moldova itu kembali dipertahankan untuk menukangi Persib pada Liga Indonesia XIII 2007. Saat itu, Persib sudah diprediksi bakal meraih gelar juara karena pada paruh musim tampil sebagai pemuncak klasemen Wilayah Barat dan memenangkan duel dengan PSM sebagai pemuncak klasemen Wilayah Timur.

Akan tetapi, pada putaran kedua, Persib terpeleset dan prestasinya menurun sehingga menempati peringkat kelima dan gagal lolos ke babak “8 Besar”. Pada Kompetisi Liga Super Indonesia I/2008-2009 untuk kali pertama Persib diracik pelatih dari luar Bandung. Jaya Hartono (Medan), yang membawa Persik Kediri menggondol Piala LI IX/2003 dipanggil untuk meracik Persib. Sayangnya, Persib harus puas menempati peringkat tiga dalam kompetisi yang menggunakan format satu wilayah itu. Pada Liga Super Indonesia II/2009-2010, Persib yang masih ditangani Jaya Hartono kemudian diganti asistennya Robby Darwis pada putaran kedua kompetisi hanya menempati peringkat keempat klasemen akhir


PERSIB tahun 1991-1994

Pada Kompetisi 1991-1992, Persib gagal mempertahankan gelar setelah kalah 1-2 dari PSM di semifinal, dan 1-2 dari Persebaya pada perebutan tempat ketiga dan keempat. Pada tahun 1993 Wahyu Hamijaya dipilih menjadi ketua umum Persib menggantikan Ateng Wahyudi. Pada kompetisi penutup Perserikatan 1993-1994 Persib meraih gelar juara setelah di final mengalahkan PSM 2-0 melalui gol Yudi Guntara dan Sutiono Lamso. Persib pun berhak membawa pulang Piala Presiden untuk selamanya karena kompetisi berikutnya berubah nama menjadi Liga Indonesia, yang pesertanya dari Galatama dan Perserikatan.

Saat merebut gelar juara Kompetisi Perserikatan terakhir, trio pelatih yang menangani Persib adalah Indra Thohir, Djadjang Nurdjaman, dan Emen “Guru” Suwarman. Materi pemainnya, yakni Aris Rinaldi (kiper), Robby Darwis, Roy Darwis, Yadi Mulyadi, Dede Iskandar, Nandang Kurnaedi, Yusuf Bachtiar, Asep Kustiana, Sutiono Lamso, Kekey Zakaria, Yudi Guntara.

Persib kembali mencatatkan namanya dalam sejarah kompetisi Liga Indonesia. Persib berhasil mencapai final dan menggengam trofi juara dengan menaklukkan Petrokimia Putra dihadapan lebih kurang 80.000 penonton di partai final dengan skor 1-0 melalui gol Sutiono Lamso pada menit ke-76. Sorai-sorai pun bergemuruh di Stadion Utama Senayan Jakarta. Saat itu, Persib ditangani trio pelatih Indra Thohir, Djadjang Nurdjaman, Emen “Guru” Suwarman. Persib menggunakan formasi 3-5-2 dengan materi pemain adalah Anwar Sanusi (kiper), Robby Darwis, Yadi Mulyadi, Mulyana (belakang). Dede Iskandar (kanan), Nandang Kurnaedi (kiri), Asep “Munir” Kustiana, Yusuf Bachtiar, Yudi Guntara/Asep Sumantri (gelandang), Kekey Zakaria, Sutiono Lamso (depan).

Sumber: Lintas Sejarah Persib, Risnandar Soendoro


PERSIB tahun 1986-1990

 Pada tahun 1985 Ateng Wahyudi menjadi ketua umum Persib menggantikan Solihin GP. Harapan yang dinantikan meraih juara kembali akhirnya terwujud. Pada Kompetisi Perserikatan 1986, Persib yang ditangani pelatih Nandar Iskandar meraih juara setelah di final mengalahkan Perseman Manokwari 1-0 melalui gol tunggal Djadjang Nurdjaman, di Stadion Senayan. Materi pemain Persib saat itu masih hasil polesan Marek Janota seperti Sobur, Boyke Adam (kiper), Robby Darwis, Adjat Sudrajat, Sukowiyono, Yana Rodiana, Adeng Hudaya, Sarjono, Iwan Sunarya, Sidik Djafar, dll.

Prestasi Persib masih tergolong stabil. Meski gelar itu lepas ke tangan PSIS pada Kompetisi 1987 dan Persebaya pada 1988, Persib masih berlaga di Senayan. Persib kembali meraih gelar juara pada Kompetisi 1990 setelah mengalahkan Persebaya 2-0 melalui gol bunuh diri Subangkit, dan Dede Rosadi. Saat itu, Persib yang ditangani pelatih Ade Dana dengan asisten Dede Rusli dan Indra Thohir diperkuat: Samai Setiadi (kiper), Robby Darwis, Adeng Hudaya, Ade Mulyono Asep Sumantri, Nyangnyang/Dede Rosadi, Yusuf Bachtiar, Sutiono Lamso, Adjat Sudrajat, Dede Iskandar, Djadjang Nurdjaman.

Sumber: Lintas Sejarah Persib, Risnandar Soendoro


PERSIB tahun 1970 - 1985

Pada tahun 70-an, Persib mengalami masa sulit dan miskin gelar. Namun, Max Timisela, yang menempati posisi gelandang menjadi langganan tim nasional. Puncaknya pada Kompetisi Perserikatan 1978-1979, Persib terdegradasi ke Divisi I.

Kondisi itu membuat para pembina Persib berpikir keras untuk melakukan revolusi pembinaan. Dipersiapkanlah tim junior yang ditangani pelatih Marek Janota (Polandia). Kemudian, tim senior diarsiteki Risnandar Soendoro. Gabungan pemain junior dan senior ini membuahkan hasil karena Persib berhasil promosi ke Divisi Utama dengan materi pemain seperti Sobur (kiper), Giantoro, Kosasih B, Adeng Hudaya, Encas Tonif, dll.

Hasil polesan Marek ini lahirlah bintang-bintang Persib seperti Robby Darwis, Adeng Hudaya, Adjat Sudrajat, Suryamin, Dede Iskandar, Boyke Adam, Sobur, Sukowiyono, Iwan Sunarya, dll. Hasil binaan Marek ini membawa Persib lolos ke final bertemu PSMS pada Kompetisi Perserikatan 1982-1983 dan 1984-1985. Dua kali Persib harus puas sebagai runner up setelah kalah adu penalti. Pada final 1984-1985 mencatat rekor penonton karena membeludak hingga pinggir lapangan. Dari kapasitas 100.000 tempat duduk di Stadion Senayan, jumlah penonton yang hadir mencapai 120.000 orang.

Sumber: Lintas Sejarah Persib, Risnandar Soendoro


PERSIB tahun 1941-1969

Setelah Indonesia merdeka, pada 1950 digelar Kongres PSSI di Semarang dan Kompetisi Perserikatan. Persib yang pada saat itu dihuni oleh Aang Witarsa, Amung, Andaratna, Ganda, Freddy Timisela, Sundawa, Toha, Leepel, Smith, Jahja, dan Wagiman hanya mampu menjadi runner-up setelah kalah bersaing dengan Persebaya Persebaya.
Pada tahun 50-an Aang Witarsa dan Anas menjadi pemain asal Persib pertama yang ditarik bergabung dengan tim nasional Indonesia untuk bermain di pentas Asian Games 1950.
Prestasi Persib kembali meningkat pada 1955-1957. Munculnya nama-nama seperti Aang Witarsa dan Ade Dana yang menjadi wakil dari Persib di tim nasional untuk berlaga di Olimpiade Melbourne 1956. Pada ajang itu, tim nasional Indonesia berhasil menahan imbang Uni Sovyet sehingga memaksa diadakan pertandingan ulang yang berujung kekalahan telak untuk Indonesia dengan skor 4-0.
Persib makin disegani. Pada Kompetisi 1961 tim kebanggaan “Kota Kembang” itu meraih juara untuk kedua kalinya setelah mengalahkan PSM Ujungpandang. Materi pemain Persib saat itu adalah Simon Hehanusa, Hermanus, Juju (kiper), Ishak Udin, Iljas Hadade, Rukma, Fatah Hidayat, Sunarto, Thio Him Tjhaiang, Ade Dana, Hengki Timisela, Wowo Sunaryo, Nazar, Omo Suratmo, Pietje Timisela, Suhendar, dll. Karena prestasinya itu, Persib ditunjuk mewakili PSSI di ajang kejuaraan sepakbola “Piala Aga Khan” di Pakistan pada 1962. Bintang Persib saat itu juga telah lahir Emen “Guru” Suwarman.
Setelah itu, prestasi Persib mengalami pasang surut. Prestasi terbaik Persib di Kompetisi perserikatan meraih posisi runner up pada 1966 setelah kalah dari PSM di Jakarta.

Sumber: Lintas Sejarah Persib, Risnandar Soendoro


Kamis, 07 April 2011

Alm Kang Ibing lirik Lagu ''Jung Maju Maung Bandung''

Sodara2, penyerang Persib berada di daerah lawan,
Tendangan... Masuuuk sodara2...
Bertambah lagi kemenangan untuk Persib Bandung.

Hey Persib Bandung... padungdung geura tarung.
Hey jangan kalah, geura tandang diiring pidu’a abah.
Hey ulah rek keueung, sing reugreug teuneung ludeung.
Nu penting mah Persib tea, kudu meunang ku cara satria.

[Mihape barudak...
Persib kudu ulah nepi ka eleh.
Sing meunang.
Hidup Persib !!!]

Eleh meunang olahraga mah biasa.
Nu penting mah urang teh berjuang heula.
Jung padungdung Persib Bandung geura tarung.
Eleh menuang urang Bandung moal pundung.


Jung maju Maung Bandung.
Patandang geura sing meunang.
Ulah ringrang tong hariwang.
Kade poho cantik sportif di lapangan.
Jung maju Persib Bandung.
Patandang mawa harepan...
Ulah ringrang tong hariwang.
Kade poho cantik sportif di lapangan.

Persib, Maung bandung
Persib, Jalu bandung.
Persib, Urang Bandung.
Persib nanjung mawa ngaran urang Bandung.


Jung maju Persib Bandung...............

lirik lagu Mars Persib

biru akan selalu jadi warnamu ..
bandung akan selalu jadi istanamu ..
satu akan selalu jadi tempatmu ..
meraunglah yang keras maung bandungku !!

go persib go ..
go persib go ..
menang dan kalah hal yg biasa .
go persib go ..
go persib go ..
no matter what you do you'll always be in may heart ..

Sejarah Persib

Sebelum bernama Persib, di Kota Bandung berdiri Bandoeng Inlandsche Voetball Bond ( BIVB ) pada sekitar tahun 1923. BIVB ini merupakan salah satu organisasi perjuangan kaum nasionalis. Tercatat sebagai Ketua Umum BIVB adalah Mr. Syamsudin yang kemudian diteruskan oleh putra pejuang wanita Dewi Sartika, yakni R. Atot.
Atot ini pulalah yang tercatat sebagai Komisaris daerah Jawa Barat yang pertama. BIVB memanfaatkan lapangan Tegallega didepan tribun pacuan kuda. Tim BIVB ini beberapa kali mengadakan pertandingan diluar kota seperti Yogyakarta dan Jatinegara Jakarta.
BIVB kemudian menghilang dan muncul dua perkumpulan lain yang juga diwarnai nasionalisme Indonesia yakni Persatuan Sepak Bola Indonesia Bandung ( PSIB ) dan National Voetball Bond ( NVB ).

Pada tanggal 14 Maret 1933, kedua perkumpulan itu sepakat melakukan fusi dan lahirlah perkumpulan yang bernama Persib yang kemudian memilih Anwar St. Pamoentjak sebagai Ketua Umum. Klub- klub yang bergabung kedalam Persib adalah SIAP, Soenda, Singgalang, Diana,Matahari, OVU, RAN, HBOM, JOP, MALTA, dan Merapi.
Di Bandung pun saat itu pun sudah berdiri perkumpulan sepak bola yang dimotori oleh orang- orang Belanda yakni Voetbal Bond Bandung & Omstreken ( VBBO). Perkumpulan ini kerap memandang rendah Persib. Seolah- olah Persib merupakan perkumpulan “ kelas dua “. VBBO sering mengejek Persib. Maklumlah pertandingan- pertandingan yang dilangsungkan oleh Persib dilakukan dipinggiran Bandung—ketika itu—seperti Tegallega dan Ciroyom.
Masyarakat pun ketika itu lebih suka menyaksikan pertandingan yang digelar VBBO. Lokasi pertandingan memang didalam Kota Bandung dan tentu dianggap lebih bergengsi, yaitu dua lapangan dipusat kota, UNI dan SIDOLIG.

Persib memenangkan “ perang dingin “ dan menjadi perkumpulan sepakbola satu- satunya bagi masyarakat Bandung dan sekitarnya.Klub- klub yang tadinya bernaung dibawah VBBO seperti UNU dan SIDOLIG pun bergabung dengan Persib. Bahkan VBBO kemudian menyerahkan pula lapangan yang biasa mereka pergunakan untuk bertanding yakni Lapangan UNI, Lapangan SIDOLIG ( kini Stadion Persib ), dan Lapangan SPARTA ( kini Stadion Siliwangi ). Situasi ini tentu saja mengukuhkan eksistensi Persib di Bandung.

Ketika Indonesia jatuh ke tangan Jepang. Kegiatan persepakbolaan yang dinaungi organisasi lam dihentikan dan organisasinya dibredel. Hal ini tidak hanya terjadi di Bandung melainkan juga diseluruh tanah air. Dengan sendirinya Persib mengalami masa vakum. Apalagi Pemerintah Kolonial Jepang pun mendirikan perkumpulan baru yang menaungi kegiatan olahraga ketika itu yakni Rengo Tai Iku Kai.
Tapi sebagai organisasi bernapaskan perjuangan, Persib tidak takluk begitu saja pada keinginan Jepang. Memang nama Persib secara resmi berganti dengan nama yang berbahasa Jepang tadi. Tapi semangat juang, tujuan dan misi Persib sebagai sarana perjuangan tidak berubah sedikitpun.
Pada masa Revolusi Fisik, setelah Indonesia merdeka, Persib kembali menunjukkan eksistensinya. Situasi dan kondisi saat itu memaksa Persib untuk tidak hanya eksis di Bandung. Melainkan tersebar diberbagai kota, sehingga ada Persib di Tasikmalaya, Persib di Sumedang, dan Persib di Yogyakarta.
Pada masa itu prajurit- prajurit Siliwangi hijrah ke ibukota perjuangan Yogyakarta. Baru tahun 1948 Persib kembali berdiri di Bandung, kota kelahiran yang kemudian membesarkannya. Rongrongan Belanda kembali datang, VBBO diupayakan hidup lagi oleh Belanda ( NICA ) meski dengan nama yang berbahasa Indonesia Persib sebagai bagian dari kekuatan perjuangan nasional tentu saja dengan sekuat tenaga berusaha menggagalkan upaya tersebut. Pada masa pendudukan NICA tersebut, Persib didirikan kembali atas usaha antara lain, dokter Musa, Munadi, H. Alexa, Rd. Sugeng dengan Ketua Munadi.

Perjuangan Persib rupanya berhasil, sehingga di Bandung hanya ada satu perkumpulan sepak bola yakni Persib yang dilandasi semangat nasionalisme. Untuk kepentingan pengelolaan organisasi, decade 1950- an ini pun mencatat kejadian penting. Pada periode 1953- 1957 itulah Persib mengakhiri masa pindah- pindah secretariat. Walikota Bandung saat itu R. Enoch, membangunkan Sekretariat Persib di Cilentah.

Awal Persib memiliki gedung yang kini berada di Jalan Gurame, adalah upaya R. Soendoro, seorang overste replubiken yang baru keluar dari LP Kebonwaru pada tahun 1949. Pada waktu itu, melalui kepengurusan yang dipimpinnya, Soendoro menghadap kepada R. Enoch yang kebetulan kawan baiknya. Dari hasil pembicaraan, Walikota mendukung dan memberikan sebidang tanah di Jalan Gurame sekarang ini.

Pada saat itu, karena kondisi keuangan yang memprihatinkan, Persib tidak memiliki dana untuk membangun gedung, Soendoro kembali menemui Walikota dan menyatakan, “ Taneuh puguh deui, tapi rapat ditiungan ku langit biru,” kata Soendoro. Akhirnya Enoch juga membantu membangun gedung yang kemudian mengalami dua kali renovasi. Kiprah Soendoro sendiri didunia sepak bola diteruskan putranya, antara lain, Soenarto, Soenaryono, Soenarhadi, Risnandar, dan Giantoro serta cucunya Hari Susanto.
Dalam menjalankan roda organisasi beberapa nama yang juga berperan dalam berputarnya roda organisasi Persib adalah Mang Andun dan Mang Andi. Kedua kakak beradik ini adalah orang lapangan Persib. Tugas keduanya, sekarang ini dilanjutkan oleh putra dan menantunya, Endang dan Ayi sejak 90-an. Selain juga staf administrasi Turahman.

Renovasi pertama dilakukan pada kepemimpinan Kol. CPM Adella ( 1953- 1963 ). Kini sekretariat Persib di Jalan Gurame itu sudah cukup representatif, apalagi setelah Ketua Umum H. Wahyu Hamijaya ( 1994- 1998 ) merenovasi gedung tersebut sehingga menjadi kantor yang memadai untuk mewadahi berbagai kegiatan kesekretariatan Persib.

Kemampuan Persib menjaga nilai- nilai dan tradisinya serta menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman tentu tidak lepas dari figur Ketua Umum bukan hanya figur yang berkemampuan mengelola organisasi dalam artian agar organisasi itu terus hidup, melainkan juga figur yang mampu menggali potensi dan mengakomodasikan kekuatan yang ada, sehingga kiprah Persib dalam kancah sepakbola nasional terus berlangsung lewat berbagai karya Persib.

Hingga saat ini, Persib masih menggunakan Stadion Siliwangi untuk memainkan laga kandangnya. Stadion ini lolos bersyarat sertifikasi BLI sehingga layak untuk digunakan di kompetisi Liga Super Indonesia. Kapasitas Stadion yang hanya 20.000 ini membuat seringnya terjadi pembludakan penonton, seperti ketika Persib menjamu Selangor FA (Malaysia) dalam sebuah pertandingan persahabatan, juga ketika Persib menjamu Persema Malang di Divisi Utama tahun 2007.

Pada Indonesian Super League 2008/2009, Persib terpaksa harus meninggalkan Stadion Siliwangi setelah terjadi kerusuhan ketika menjamu Persija Jakarta pada pekan kedua. Ditambah situasi politik yang sedang memanas akibat berlangsungnya Pemilu 2009, Kepolisian Kota Bandung tidak lagi mengeluarkan surat ijin menyelenggarakan pertandingan di Stadion Siliwangi bagi Persib. Sebagai alternatif, dipilihlah Stadion Si Jalak Harupat, Soreang, Kabupaten Bandung, sebagai “home-base” hingga akhir musim kompetisi.

Berdasarkan permasalahan itulah Pemerintah Kota Bandung berencana membangun Sarana Olahraga baru, termasuk stadion, di kawasan Gedebage. Stadion itu sendiri, yang peletakan batu pertamanya dilakukan pada awal 2008, ini diproyeksikan untuk menjadi home-base Persib serta untuk menyelenggarakan SEA Games tahun 2011 nanti. Stadion ini juga direncanakan untuk digunakan pada Porprov Jawa Barat 2010. Saat ini, kontrak pembangunan stadion yang rencananya akan diberi nama West Java Stadium ini telah diperoleh PT Adhi Karya Tbk dengan nilai Rp495,945 miliar. Diperkirakan, pembangunan stadion ini akan memakan waktu 883 hari.
Untuk lapangan latihan, Persib menggunakan Stadion Persib di Jl. Ahmad Yani. Stadion yang dulunya dikenal dengan nama Stadion Sidolig ini direnovasi sejak tahun lalu. Kini di stadion tersebut terdapat lapangan latihan dengan rumput baru dan trek berlari serta di sampingnya terdapat mess untuk tempat tinggal para pemain dan staff Persib serta untuk kantor. 

Pada pertengahan bulan Juli diadakan rencana renovasi tahap kedua, yaitu merenovasi bagian depan stadion yang sekarang ini hanya merupakan ruko-ruko tempat menjual kaos Persib dll. Rencana ini menimbulkan kerisauan bagi para pedagang di sekitar Stadion Persib karena mereka tidak akan mendapat penghasilan jika diwajibkan mengosongkan lahan bisnis mereka.

Sejak diresmikan, pernah bocor dan ambruk akibat pipa air yang bocor. Belum lagi masalah rumput lapangan yang mengering karena terlamess persib sudah beberapa kali mendapatkan masalah. Atap ruang VIP di mess itu sering dipakai. Akhir-akhir ini atap mess juga bocor akibat musim hujan, sehingga menyebabkan licinnya lantai dan terganggunya aktivitas. Letak Stadion Persib yang berada di Jl. Ahmad Yani yang merupakan pusat keramaian juga membuat istirahat para pemain terganggu dan mudahnya para bobotoh untuk masuk ke dalam stadion.

Salah satu catatan unik dari tim ini adalah ketika menjuarai kompetisi sepak bola Perserikatan yang untuk terakhir kalinya diadakan, yaitu pada tahun 1993/1994. Dalam pertandingan final, Persib yang ditulang-punggungi oleh pemain-pemain seperti Sutiono Lamso dan Robby Darwis mengalahkan PSM Makassar. Kompetisi sepak bola Galatama dan tim-tim Perserikatan di Indonesia kemudian dilebur menjadi Liga Indonesia (LI). Pada laga kompetisi LI pertama tahun 1994/1995, Persib kembali menorehkan catatan sebagai juara setelah dalam pertandingan final mengalahkan Petrokimia Putra Gresik  dimana gol tunggal pada pertandingan tersebut dicetak oleh Sutiono. Persib juga merupakan salah satu klub Indonesia yang berhasil mencapai babak perempat final Liga Champions Asia.

Persib Bandung memiliki penggemar fanatik yang menyebar di seantero provinsi Jawa Barat dan Banten, bahkan hampir di seluruh wilayah Indonesia, mengingat catatan historis sebagai tim kebanggaan dari ibu kota provinsi Jawa Barat. Penggemar Persib menamakan diri sebagai Bobotoh. Pada era Liga Indonesia, Bobotoh  kemudian mengorganisasikan diri dalam beberapa kelompok pecinta Persib seperti Viking, Bomber, Rebolan, Jurig Persib, Casper dan Persib-1337. 

Viking merupakan organisasi Bobotoh dengan jumlah anggota terbanyak dan tersebar di penjuru Jawa Barat, Banten, Kalimantan, dan daerah-daerah lain di Indonesia. Adapun Bomber sekarang sudah bergabung dan menjadi salah satu distik Viking dengan nama Viking The Bomberman.
Viking memiliki hubungan yang sangat kelam dengan kelompok suporter Persija Jakarta, The Jakmania. Sudah banyak peristiwa maupun insiden-insiden yang terjadi akibat permusuhan abadi dua suporter garis keras ini. Bahkan pihak kepolisian maupun PSSI dan PT Liga Indonesia pun sudah berulangkali meminta Viking dan The Jak untuk berdamai. Namun, sama sekali tak ada titik terang untuk mendamaikan mereka.

Hingga kini, Viking seringkali menyanyikan lagu-lagu rasis untuk menghujat tim yang mereka benci setiap kali mereka menyaksikan klub kebanggaan mereka bertanding, walaupun Persib dan Persija tidak sedang saling bertarung dalam satu pertandingan. Pada saat Persib dan Persija bertemu, biasanya pihak Polda Metro Jaya (bila pertandingan akan dilaksanakan di Gelora Bung Karno) dan pihak Polwiltabes Bandung (bila pertandingan akan berlangsung di Stadion Siliwangi atau di Stadion Si Jalak Harupat) akan berpikir dua kali untuk mengeluarkan izin pertandingan tersebut karena begitu besarnya potensi terjadinya kerusuhan antara suporter kedua tim.Semua kerusuhan dan kekacauan dimulai dari kesalahan Jakmania. 

Menurut banyak saksi, Jakmania dulunya merasa iri dengan keberhasilan gemilang dari tim Persib. Mereka merasa putus harapan dengan tim kebanggaan mereka yaitu Persija yang seringkali kurang memuaskan. Viking padahal seringkali meminta damai, tapi dengan sikap Jakmania yang bisa dibilang anarkis dan rasis, Vikingpun akhirnya tidak tahan. Yang mengakibatkan mereka masih bermusuhan sampai sekarang.
Viking pernah dibilang sebagai suporter paling fanatik, karena kefanatikkannya, Viking dapat menjadi contoh bagi para Suporter lainnya di Indonesia.

Lirik Lagu "we will stay behind you"

oo….ooo…oooo..oooo

disini ku dapat tegak berdiri
satukan hati tuk bela kau persibku
darah doaku curahkan untukmu
tuk jadi juara di indonesia

satu biru.
satu hati
satu bendera
kita mendukungmu

persib maung bandung
persib mang bandung
persib maung bandung
ooo oooo

persib maung bandung
persib maung bandung
terus kau bertarung we are stay behind you

kau takkan kalah pantang menyerah
bobotoh mendukungmu
kau takkan kalah, pantang menyerah
we are stay behind you..

Awal Persahabatan Viking dan Bonek

Melihat sejarah, VIKING dan BONEK adalah pendukung sejati dari klub perserikatan yang sudah menjadi musuh bebuyutan dari sejak jaman perserikatan, yaitu PERSIB dan PERSEBAYA. Dilihat dari kacamata awam, tidak mungkin pendukung sejati yang berani mati demi mendukung timnya bisa bersahabat bahkan bersaudara dengan pendukung sejati yang sama-sama berani mati demi mendukung tim musuh bebuyutan. Tetapi ternyata VIKING dan BONEK membuktikan bahwa mereka bisa. Persaudaraan mereka dilandasi perasaan senasib dimana mereka selalu dijadikan bahan hujatan dan pendiskreditan dari masyarakat sepakbola nasional. Bahkan pers nasional pun paling senang apabila ada kerusuhan di partai yang melibatkan PERSIB atau PERSEBAYA karena bisa dijadikan headline dan sudah jelas pihak mana yang akan disalahkan. Sejak dulu VIKING dan BONEK diidentikkan dengan kerusuhan. Istilahnya dimana ada pertandingan yang ditonton oleh VIKING atau BONEK maka akan terjadi kerusuhan. 

Hal-hal jelek dan bersifat mendiskreditkan itulah yang lebih sering diekspos oleh media massa nasional. Padahal tidak semua kegiatan atau kelakuan VIKING dan BONEK berujung pada kerusuhan. Dan tidak semua kerusuhan itu diakibatkan oleh mereka. Mereka hanyalah kaum tertindas yang selalu dipersalahkan karena dosa-dosa di masa lalu. Sangat jarang sekali (atau bahkan tidak pernah?) media massa nasional memberitakan kegiatan positif yang VIKING atau BONEK lakukan. Sangat jauh berbeda dengan pemberitaan media massa nasional tentang pendukung tim lain. Ketika terjadi kerusuhan yang melibatkan mereka hanya ditulis sedikit (atau bahkan tidak ditulis sama sekali?) dan ditutupi dengan kata-kata “oknum yang mengatasnamakan pendukung…”. What a bullshit! Sedangkan ketika melakukan kegiatan positif, media massa nasional langsung memberitakan secara besar-besaran, sebesar berita kerusuhan yang melibatkan VIKING atau BONEK. Bahkan saking terlalu seringnya pemberitaan yang memojokkan VIKING sebagai bobotoh PERSIB, bobotoh lain yang bukan anggota VIKINGpun menjadi antipati terhadap media massa nasional. Sampai ada jargon di kalangan bobotoh bahwa “PERSIB besar bukan karena pemberitaan media massa nasional, PERSIB besar karena bobotoh dan prestasi. PERSIB dan bobotoh tidak membutuhkan media massa nasional untuk menjadi besar. Media massa nasional-lah yang membutuhkan PERSIB untuk menjadi besar dan terkenal”.


Hal itulah yang mungkin menjadi salah satu penyebab munculnya perasaan senasib dan berkembang menjadi ikatan persaudaraan, selain tentunya kerusuhan di Jakarta dimana BONEK yang hendak mendukung PERSEBAYA di Senayan diserang oleh sepasukan organisasi masyarakat (?), yang tidak usah saya sebutkan disini karena semua juga sudah tau, dan kemudian diselamatkan oleh beberapa bobotoh (anggota VIKING) yang kebetulan sedang ada disana. Juga ketika PERSIB melawat ke Surabaya, dimana anggota VIKING yang mendukung PERSIB di sana dijamu sangat baik oleh BONEK. Demikian pula ketika PERSEBAYA yang bertanding di Bandung, giliran BONEK yang dijamu sangat baik oleh VIKING.

Indahnya persaudaraan diantara dua kubu suporter TERBESAR di Indonesia itu. Jadi saat ini BONEK bukan hanya berarti BONDO NEKAT, tapi bisa juga berarti BOBOTOH NEKAD.
Karena VIKING atau BONEK sama saja!

Jadwal Pertandingan Persib Putaran ke 2

05 Mar      Semen Padang  vs PERSIB
12 Mar      Pelita Jaya        vs PERSIB
18 Mar      PERSIB            vs Persija
24 Mar      PERSIB            vs Persiwa
27 Mar      PERSIB            vs Persipura
01 Apr       Arema                vs PERSIB
09 Apr       PERSIB             vs Bontang FC
13 Apr       PERSIB             vs Persisam
18 Apr       PERSIB             vs PSPS
22 Apr       PERSIB             vs Sriwijaya FC
07 Mei      Persijap              vs PERSIB
28 Mei      Persiba               vs PERSIB
16 Jun       PERSIB             vs Persela
19 Jun       PERSIB             vs Deltras

*) Jadwal sewaktu-waktu bisa berubah

Rabu, 06 April 2011

Sejarah Singkat Berdirinya Viking Persib Club

Salah satu kelompok suporter terbesar di kancah persepakbolaan Indonesia, VIKING PERSIB CLUB.Sedikit akan saya ulas sejarah VIKING PERSIB CLUB.

Periode 1993-1998Bermula saat sekelompok bobotoh fanatik PERSIB yang biasa“menghuni” tribun selatan mencetuskan ide untuk menjawab totalitas “sang idola” PERSIB Bandung di lapangan dengan sebuah totalitas dalam memberi dukungan, maka setelah melalui beberapa kali pertemuan yang cukup alot dan memakan waktu, akhirnya terbentuklah sebuah kesepakatan bersama. Tepatnya pada Tanggal 17 Juli 1993, disebuah rumah dibahu jalan Kancra no. 34, diikrarkanlah sebuah kelompok Bobotoh dengan nama VIKING PERSIB CLUB.. Adapun pelopor dari pendiriannya antara lain ; Ayi Beutik, Heru Joko, Dodi “Pesa” Rokhdian, Hendra Bule, dan Aris Primat dengan dihadiri oleh beberapa Pioner Viking Persib Club lainnya, yang hingga kini masih tetap aktif dalam kepengurusan Viking Persib Club. Nama VIKING diambil dari nama sebuah suku bangsa yang mendiami kawasan skandinavia di Eropa Utara. Suku bangsa tersebut dikenal
dengan sifat yang keras, berani, gigih, solid, patriotis, berjiwa penakluk, pantang menyerah, serta senang menjelajah. Karakter dan semangat itulah yang mendasari “Pengadopsian” nama VIKING kedalam nama kelompok yang telah dibentuk. Secara demonstratif, Viking Persib Club pertama kali mulai menunjukan eksistensinya pada Liga Indonesia I — tahun 1993, yang digemborkan sebagai kompetisi semi professional pertama di Tanah Air kita. Slogan “PERSIB SANG PENAKLUK” begitu dominan terlihat pada salah satu atribut yang dipakai anggotanya. Viking dimasa ini masihlah
sangat tradisional dan belum menunjukkan geliat sebagai sebuah organisasi yang utuh secara profesional, bahkan pada awalnya mereka tidak mempunyai homebase dan menjadikan halaman sekretariat PERSIB di Jalan gurame sebagai tempat berkumpul. Seiring waktu kehadiran mereka yang merajai tribun selatan pun mulai dikenal dan diakrabi bobotoh, banyak pula yang berminat untuk menjadi bagian dari Viking, pendaftaran anggota pun mulai dibuka lebar.
Periode 1999-2004Diperiode ini, Viking mengalami penambahan anggota yang cukup signifikan, bahkan karena saking banyaknya anggota maka para pimpinan Viking pun merasa bahwa tribun selatan sudah tak mampu lagi menampung jumlah anggota yang rutin menyaksikan pertandingan PERSIB secara langsung di Siliwangi, akhirnya tribun timur pun menjadi pilihan, terhitung sejak liga Indonesia VI, Viking mulai “hijrah” ke tribun timur dan menunjukkan eksistensi serta dukungan dari tribun dengan “view” yang lebih nyaman dan kapasatitas tempat duduk lebih besar.
Diperiode ini pulalah, tepatnya medio 2002-2003, Viking mengalami sebuah momentum penting saat Yudi Baduy sang sekretaris umum mulai sibuk dengan rutinitas dan pekerjaannya sehingga Viking membutuhkan darah segar untuk tetap menjaga dinamika roda organisasi, dan masuklah Budhi Bram, keterlibatannya bersama Viking dimulai saat yang bersangkutan menggarap album Kompilasi yang pertama. Seiring waktu, akhirnya Budhi Bram resmi menjabat sebagai sekretaris umum Viking yang baru.
Pada masa ini pulalah Viking yang tetap di pimpin oleh dwitunggal Herru Joko sang ketua umum dan Sang Panglima,Ayi Beutik mulai tumbuh sebagai organisasi yang sesungguhnya, seluruh potensi organisasi pun terus dioptimalkan untuk mendatangkan manfaat bagi PERSIB dan Viking sendiri. Viking dengan jumlah anggotanya yang mencapai ribuan orang mulai dilirik oleh berbagai perusahaan dan menjalin beberapa kerjasama dalam event-event besar. Tercatat berbagai perusahaan, mulai dari rokok, selular hingga clothing pernah menjalin kerjasama dengan Viking Persib Club.
lama kelamaan aksi Viking tak hanya sekedar bersorak di stadion, namun aktivitasnya mulai menyentuh berbagai aspek kehidupan, seperti bakti sosial, sunatan masal, kompetisi-kompetisi kreatif dll. Dimasa ini pulalah Viking mulai menjalin simpul-simpul signifikan dengan pihak-pihak yang strategis, seperti walikota Bandung dll.
Periode 2005-2009
Saat ini Viking menjadi Jajaran Supporter besar di Indonesia yang selalu aktif dan loyal dalam mendukung Persib di manapun berada.